Kanashimi
Jika kau membaca ini karena sebuah kebetulan atau ketidaksengajaan, atau mungkin saja kau mendapatkan notifikasi dari blogspot karena aku telah memposting sesuatu, kuharap kau tidak membacanya. Kau akan kecewa, mungkin.
-------
Akhirnya aku merasa bahwa belakangan ini, aku tengah membohongi diri sendiri. Luntang-lantung, ke sana-sini, tidak tahu apa yang kucari. Tidak tahu apa yang ingin digapai. Aku tidak merasa tenang ataupun senang, karena dua hal itu hanya bisa kudapat jika kau ada di sini. Salah. Jika kita sedang baik-baik saja.
Kenyataan kita tidak sedang baik-baik saja.
Menghamburkan uang dengan dalih hal tersebut akan menyenangkan hatiku, kepalaku sakit memikirkan betapa tidak dewasanya aku. Aku tidak merasa senang sama sekali. Sungguh.
Kini aku mencoba menenangkan diri di tempat yang ingin sekali kudatangi jika sudah punya uang, tapi aku tetap tidak merasa senang. Hanya menambah kehampaan yang sudah kurasakan selama seminggu ini. Dengungan yang memekikkan telinga membuatku muak. Lagu tidak berhenti kuputar, namun dengungan itu terus menang. Jadi kubiarkan saja dengungan itu menguasai pendengaranku.
Aku benci terus menangisi hal yang tidak dapat terwujud. Aku lelah harus menangis setiap malam sampai terbatuk-batuk dan sakit kepala. Aku benci harus menangis di tengah aku mengendarai motor. Bukan ini yang kumau.
Sudah tiga hari belakangan ini, aku mengulangi kegiatan yang sama. Antar keponakan ke sekolah, pergi bekerja, tertawa bersama dengan rekan kerja, pulang ke rumah, mengobrol dengan keluarga, menangis lalu tidur. Pagi sampai sore aku merasakan secercah kehangatan, malam merasakan kesedihan yang sangat mendalam. Sampai kapan aku harus merasa seperti ini?
Memang ada secuil harapan dalam hatiku, berharap kau akan tergerak melihatku menangis. Aku menangis karena hal tersebut tidak akan terjadi. Kau tidak akan memelukku atau mengusap kepalaku dan berkata, “Maafkan aku.” ―itu tidak akan terjadi. Kau sungguh rasional, dan aku emosional. Aku tidak menyalahkanmu akan itu, sama sekali. Aku harusnya bisa seperti itu.
Aku mencintaimu, sungguh sangat mencintaimu. Kuharap kau tahu betapa besar rasa cinta dan sayangku padamu. Aku memang tengah menderita, tapi bukan karenamu. Ketidakmampuanku akan banyak hal membuatku depresi. Bersamamu selama 6 tahun lamanya belum juga membuatku mengenal dirimu. Rasa iri dan ketertinggalanku mungkin yang menghalangiku menggapaimu yang tengah berjalan di depanku. Aku mungkin belum berlari, aku mungkin masih berjalan. Sehingga aku tertinggal, di belakangmu.
Hal kecil yang kulakukan untuk mengurangi rasa kesepianku hanyalah mengenakan semua aksesoris yang berkaitan denganmu. Dengan begitu, aku merasa kau selalu ada menjagaku. Namun usahaku harus runtuh begitu aku tersadar, aku harus terlelap tanpa tahu seperti apa hari yang kau jalani. Aku harus kembali berbicara dengan para bonekaku di dalam gelap.
Semua perkataanmu tentangku adalah benar. Aku bersedih karena semua kebenaran itu berbalik dengan keinginanmu. Sungguh maafkan aku.
Semua yang kutulis di dalam ruang gelap nan sempit ini, bersama dengan dengung di telinga ini akan membuatmu bergidik jijik. Akan membuat emosimu memuncak, karena aku rasa, kau tidak menyukai hal semacam ini. Semua hal yang kutulis ini sangat berlebihan, terlalu dramatis dan sok puitis di saat seharusnya berpikir rasional. Jika dipikir-pikir, mungkin semua tulisan ini bersifat egois. Kau tidak tahu apa yang kurasa, kau tidak tahu apa yang sudah kelewati dan kukorbankan untukmu, mungkin kau akan berpikir seperti itu.
Diksinya sangat berantakan, lompat kesana-kemari, tidak saling berhubungan antara satu paragraf dengan paragraf lainnya. Aku akan sangat malu jika kau sampai membaca ini.
Ini bukanlah ajang pamer kelemahan. Bukan juga membanggakannya. Aku hanya ingin mengutarakan semua kebisingan ini agar aku bisa menyetir motor dengan fokus untuk pulang ke rumah.



Komentar
Posting Komentar