Only About Cats



ADA sebuah tempat yang menjadi pusat dari beberapa manusia. Tempat itu penuh dengan berbagai macam ikan segar. Yang kudengar dari kucing-kucing lain yang sudah pernah kesana, tempat itu dinamakan "Toko Ikan". Lalu, toko itu dijaga oleh dua orang manusia. Yang satu hanya duduk saja; dia dipanggil sebagai penjaga toko dan yang satunya mengurus ikan-ikan; dia dipanggil sebagai pengurus ikan. Mereka yang sudah pernah kesana bilang kalau si pengurus ikanlah yang baik. Dia akan memberikan beberapa potongan ikan ke semua kucing yang datang ke toko ikan. 

Setelah itu, aku bergegas memberitahu kucing oren mengenai hal ini. Aku pernah sekali kesana, kau mau kuantar? Begitulah respon si kucing oren.

Oleh karena itu, hari ini aku pergi ke toko ikan itu bersama kucing oren. Aku sengaja tidak berburu banyak tadi malam agar bisa makan kenyang pagi ini. Sudah lama aku belum makan ikan segar. Pasti rasanya nikmat! 

Bak cenayang, kucing oren membuyarkan imajinasiku dengan sebuah peringatan. Kau harus membuang jauh-jauh imajinasimu, bocah! Kau harus waspada dan mempersiapkan rencana untuk hal terburuk yang akan terjadi, begitu kata kucing oren. Dia juga bilang, kesan pertamanya datang kesana tidak begitu menyenangkan. Kucing oren hanya berhasil mendapatkan sedikit jatah dari si pengurus ikan karena untuk mendapatkannya mau tidak mau berebut dengan kucing lain yang ada disana. 

Sesampainya di sana, sudah banyak kucing lain dari berbagai daerah tengah menunggu. Aku sedikit merinding karena banyak kucing yang lebih besar dariku. Tapi rasa merinding itu digantikan dengan rasa kaget begitu mendekati toko ikan itu. Kulihat si manusia pengurus ikan itu sedang menyiksa satu ikan di tangannya!

"Kenapa ikan itu disiksa?" Tanyaku pada kucing oren.
"Mungkin begitu cara manusia makan ikan." Jawab kucing oren santai. Kasian sekali para ikan-ikan itu. Mereka dikumpulkan hanya untuk disiksa lalu dimakan. Kenapa aku kasian pada ikan? Mereka kan mangsaku.

----

Selang beberapa saat aku sampai disana, peringatan kucing oren benar adanya. Banyak manusia yang tidak ramah datang ke toko ikan itu. Beberapa kucing betina yang bermanja-manja berharap diberikan sesuatu oleh salah satu manusia itu di tendang. Belum lagi manusia berukuran kecil yang akan menendangi atau menarik buntut kami seperti mainan. Beberapa ada yang tidak sengaja menginjak buntut atau kaki kami. Mata mereka digunakan dengan benar tidak, sih? 

Aku pun sempat diseret oleh beberapa kaki manusia saat antri menunggu jatah, begitupula si kucing oren. Karena kesal, kucing oren tidak lagi menunggu jatah. Jadi dia menungguku dikejauhan. Aku memang sempat ingin menyerah, namun melihat potongan ikan segar yang segitu banyaknya mana bisa aku pulang begitu saja. Setidaknya aku harus menyicipinya sedikit agar perjuanganku tidak begitu sia-sia. 

Aku menunggu waktu yang tepat untuk mengambil jatah yang sudah disisihkan oleh si pengurus ikan. Aku akan mengambilnya begitu dua kucing yang sedang menggeram didekatku ini pergi berkelahi. Rencana pertama berjalan mulus, aku dan beberapa kucing betina lain mendapatkan jatah dengan mudah karena dua kucing yang menggeram tadi di usir oleh si pengurus ikan. Memanglah rasa ikan segar tidak ada duanya! Enak sekali! Aku membawa beberapa untuk kucing oren yang masih menungguku sambil mandi. 

"Kau berhasil juga bocah!" 

"Hoho, jangan remehkan aku! Kau mau lagi tidak?"

"Bawakan saja kalau kau bisa."

Aku kembali lagi ke toko ikan itu. Suasana sedikit lebih mencekam dari sebelumnya karena kali ini ada kucing hitam besar ikut menunggu jatah. Selain itu, ada kucing hitam putih besar yang cukup berotot ada disampingnya. Mereka petarung! Aku harus berhati-hati. Mereka berdua melihatku begitu aku duduk di dekat si pengurus ikan. Si kucing hitam maju mendekati si pengurus ikan juga dan menggeram padaku. Bulu-buluku refleks berdiri merespon geraman dari kucing hitam itu. Sepertinya dia mengajakku bertarung, dan benar. Si kucing hitam menerkamku begitu aku menyentuh jatah ikan selanjutnya. 

---
"Apa kau sekarang kapok bocah?" Tanya kucing oren begitu melihat bulu-buluku berantakan. 

"Walaupun sedikit pegal, aku tidak menyesal. Ikannya segar, sih."

"Yasudah ayo pulang! Sudah waktunya majikanku memberiku makan." 

"Berikan sedikit padaku, ya! Tadi aku sudah memberimu jatah." 

"Dasar perhitungan!" Kata kucing oren, memimpin jalan pulang.

Aku berhasil kabur tanpa luka serius berkat si pengurus ikan. Dia mengusir si kucing hitam dengan air dan kucing hitam itu pun langsung pergi. Saat sedang mengatur napas, aku terperanjat karena si pengurus ikan itu mengelus buluku dengan tangannya yang besar, basah serta wangi akan ikan segar. Sebelum aku menghampiri kucing oren, si pengurus ikan sempat memberiku jatah lagi. Kalau kuberitahu hal ini kepada kucing oren, pasti dia tidak akan memberi makanannya padaku nanti. 

Kesan pertamaku datang ke toko ikan itu cukup memacu adrenalin. Walaupun harus melewati berbagai macam rintangan seperti berhadapan dengan kaki-kaki manusia dan bertarung dengan kucing petarung, terbayar oleh rasa amis dan segarnya ikan yang disediakan oleh si pengurus ikan. Mungkin aku akan ke toko ikan itu lagi besok. 



Komentar

Postingan Populer