Sobremesa

source : as always, google image

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Makan malam beserta peralatan makannya sudah kusiapkan di atas meja. Dengan ini, pekerjaan rumah untuk hari ini selesai. Yang harus kulakukan sekarang adalah menyeduh segelas es teh, menyalakan lagu American football menggunakan speaker di ruang tengah, kembali membaca Tahun Spaghetti yang sempat tertunda di sofa dan menunggu suamiku pulang beberapa menit lagi (jika jalanan tidak macet tentunya).  Aku suka sekali dengan keteraturan seperti ini.
           
Aku memutuskan untuk berhenti sebagai pekerja full-time (tentunya atas izin dari suami) agar dapat mengurus rumah dengan baik. Sebenarnya aku tidak sepenuhnya berhenti bekerja, karena sekarang aku masih bekerja sebagai pengajar di sebuah kursus bahasa yang tak jauh dari rumahku dan mempunyai sebuah usaha kecil yang kujajakan dalam aplikasi belanja berbasis online. Ini sudah lebih cukup untuk mengisi tabunganku kembali.
           
Pada dasarnya manusia memang tidak akan pernah merasa puas, tapi keputusanku kali ini membuatku puas. Aku bisa melakukan apa yang tidak bisa kulakukan sebelumnya, mulai dari menanam berbagai macam bunga dan sayuran di kebun kecil belakang rumah, mencoba berbagai macam resep masakan, melanjutkan draft cerita yang tersimpan di arsip halaman blog milikku, belajar bermain piano dan yang terpenting: tidur siang. Mengelola toko online kecilku pun termasuk hal yang ingin sekali kulakuan sekaligus impian kecilku semenjak duduk dibangku SMA.
            
Saat SMA, aku suka sekali dengan stationery yang lucu dan unik. Bahkan uang jajanku habis hanya untuk membeli beberapa pulpen, pensil dan sticker lucu yang dijual di toko photocopy samping sekolahku. Alhasil aku harus menderita menahan lapar dan haus sampai jam pulang sekolah tiba atau terpaksa berhutang kepada kantin kecil samping kelasku. Ibu atau bapak penjaga kantin itu sangat baik, mereka tidak pernah marah jika aku berhutang di tokonya. Terkadang mereka pun menyimpan pesanan favoritku disana; cokelat cadburry. Aku selalu memanggil mereka “Ibu-nya” dan “Bapak-nya”. Aku tidak tahu kenapa aku suka menambahkan imbuhan –nya disana. Yang jelas mereka akan membalasku dengan panggilan “Anak-nya”.
           
Maka dari itu, aku selalu mengajak sahabatku—Mutho sebagai pengingat dan penyelamat uang jajanku. Kalimat favoritnya yang masih kuingat sampai sekarang adalah, “Wi, inget.” Jika kalimat sederhana itu sudah keluar dari mulutnya, aku akan mengurangi jumlah pulpen yang sudah kupegang untuk dibayar. Namun saat memasuki perkuliahan, ia tak lagi menjadi pengingatku karena kami memilih jalan yang berbeda. Aku melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi; kuliah, sedangkan Mutho mengikuti tradisi keluarganya; pesantren. Aku tetap berkunjung kerumahnya setiap kali ia pulang saat liburan atau menghubungi-nya melalui media sosial. Walaupun setelah lulus dari pesantren ia sempat menganggur selama beberapa bulan, aku senang saat mendapati kabar bahwa akhirnya ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Ah, aku jadi rindu padanya.
            
Suamiku yang dulu sudah menjadi pacarku saat kami memasuki semester dua— menjadi pengingatku, menggantikan Mutho. Dia akan mengingatkanku dengan dua cara; pertama, memberitahuku secara halus. Kedua, menghasutku untuk membelinya agar aku merasa bimbang. Aku sering sekali merasa bimbang, walaupun pada akhirnya aku akan membelinya dan menyesal di akhir bulan karena uang jajan bulananku habis karena itu. Semenjak saat itu pun aku berkata padanya, “Kalau suatu hari nanti aku sudah punya banyak uang, aku ingin membuka toko stationery yang paling lengkap dan tentunya aesthetic!”
            
Toko kecil milikku itu sudah kurintis sejak menjadi seorang penerjemah tetap di sebuah penerbit ternama. Memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan semua barang yang kumau untuk dijual serta memperkenalkannya kepada khalayak banyak. Aku ingat sekali perjuanganku saat itu; mulai dari membuka akun instagram dan mengikuti semua orang yang direkomendasikan oleh aplikasi itu, mengedit semua postingan dalam akun itu sampai handphone-ku eror (karena saat itu aku hanya bisa mengeditnya lewat handphone), membalas satu persatu pesanan yang masuk, membungkus pesanan itu sendiri di saat deadline pekerjaan semakin dekat, dan bolak-balik ke tempat pengiriman barang sampai kurirnya hafal denganku. Terkadang Suamiku (yang saat itu masih menjadi tunanganku) akan datang kerumah untuk membantu apapun yang bisa ia bantu termasuk menyelamatkanku dari kejaran deadline yang rasanya membuatku ingin dead.
           
Assalamu’alaikum, sayang. Apa saat ini istriku tercinta sedang memikirkan hal yang tidak senonoh tentang suaminya?” Tanpa sadar suamiku sudah berada di hadapanku.
        
“Astaga, sejak kapan kamu disitu?”
        
“Bahkan kamu tidak menjawab salamku. Kita bisa melakukan apa yang kamu pikirkan setelah makan malam, bersabarlah.” Jawabnya, memasang tampang jahil sambil menjulurkan tangannya. Setelah salim, aku mengigit tangannya.
          
Waalaikumsalam. Aku tidak sedang memikirkan hal itu!”
      
“Aw! Gigitnya nanti saja, saat dikasur!” ia lantas kabur ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang sangat bau asap kendaraan dan tentu saja, untuk menghindar dariku yang hendak memukulnya dengan bantal. Aku pun hanya menghela napas dan menuju ke dapur untuk memanaskan makan malam yang sepertinya sudah mendingin.
          
Setelah selesai bersih-bersih, suamiku langsung mengambilkanku nasi dan air dingin seraya aku meletakkan makanan yang sudah selesai aku panaskan di meja makan. Kami menikmati makan malam dalam diam. Aku senang sekali setiap melihatnya menyantap dengan lahap setiap masakan yang kubuat. Suamiku dulu pernah bilang karena inilah keinginan kecilnya. Ia ingin ada seseorang menyambutnya saat sampai rumah dan selalu ada makanan yang tersedia di meja makan. Aku senang dapat mewujudkan keinginan kecilnya itu.
           
Kami akan bagi tugas begitu selesai makan malam, suamiku akan mencuci piring kotor dan aku akan menyimpan makanan untuk kupanaskan besok dan menyeduh teh hangat (aku lebih memilih es teh) untuk menemani suamiku melepas penat setelah seharian bekerja.
        
“Apa hari ini kamu menerima banyak pesanan, sayang?” Kata suamiku, yang kini sudah menjadikan pahaku sebagai bantal.
          
Alhamdulillah, walaupun tidak begitu banyak. Aku juga sudah membungkusnya tadi untuk kukirim besok.” Jawabku seraya memainkan rambutnya yang menurutku lebih tebal dari rambutku.
            
Alhamdulillah kalau begitu. Pekerjaanku hari ini juga tidak begitu sulit, hanya saja besok aku akan pulang terlambat karena para dosen akan mengadakan rapat.”
            
“Sudah mau memasuki pekan ujian, ya?”
        
“Iya. Aku pun sepertinya harus mencari metode lain dalam mengajar karena ada beberapa mahasiswa yang sedikit lamban dalam memahami materi yang kuberikan.”
          
“Mungkin kamu terlalu galak, sehingga mereka takut. Alhasil karena takut, mereka jadi sulit untuk menyerap setiap materi yang kau berikan.”
           
“Seenaknya, ya.” Ia pun membungkam mulutku dengan kecupan. Beginilah, selalu saja melakukan hal curang.
          
“Terima kasih untuk makan malamnya hari ini, sayang. Walaupun kamu tidak menyambutku dengan baik tadi, aku akan memaafkanmu karena masakanmu enak.” Katanya sembari mencium keningku dan memamerkan senyuman lebarnya yang tak pernah berubah sejak dulu. Hatiku menghangat setiap kali ia memujiku. Membuatku tidak pernah bosan mencintainya setiap hari.
            
“Kembali kasih.” Aku membalasnya dengan mengecup pipinya. Aku selalu suka itu.
         
“Aw, manisnya!” Jawabnya, membawaku dalam pelukan yang selalu kunanti setiap harinya. Namun, seketika tubuhku merinding saat suamiku mendekatkan mulutnya ke telingaku.
            
“Bagaimana kalau kita realisasikan imajinasi-mu tadi, sayang?” Bisiknya.

******
Ava      : Astaga, tak patut di baca oleh budak-budak ni!
Enjoué    : Karantina sebulan enggak bakal bikin lo jadi temennya upin ipin. 
Ava     :  Eh? Anda siapa? Kok lo mirip kayak author disini? Sama-sama pendek pula.
Enjoué : Gue berharap sendal lo dimalingin Rembo!

           

Komentar

Postingan Populer